Sudah lebih dari 14 tahun berlalu, Kecamatan Porong dilanda bencana lumpur lapindo yang diakibatkan dari kesalahan saat melakukan penambangan minyak. Bencana ini menenggelamkan banyak desa sehingga penduduk harus pergi meninggalkan tempat tinggalnya.
Kecamatan Porong seringkali disebut kota mati oleh masyarakat setempat karena semakin hari kondisinya semakin sepi. Waktu terus berlalu, lingkungan yang mulanya padat penduduk menjadi jarang. Bahkan Desa Gedang, di Kecamatan Porong, hanya tersisa setengah dari penduduk mulanya.
Sebagian penduduk desa harus pergi karena masuk di wilayah terdampak lumpur lapindo, sehingga aset propertinya dibeli oleh PT. Lapindo sebagai bentuk ganti rugi. Namun, cerita di ‘kota mati’ itu tidak berakhir dengan sepinya keadaan, Kecamatan Porong sedikit demi sedikit mengalami pembangunan yang signifikan. Masyarakat setempat kini merasakan bahwa kawasan tempat tinggalnya bukan lagi seperti kota mati.
Sejak adanya bencana lumpur lapindo, Kecamatan Porong seakan hening. Tidak ada pembangunan yang terjadi, bahkan wilayah yang telah menjadi aset PT. Lapindo juga dibiarkan begitu saja. Masyarakat setempat berharap bahwa suatu hari nanti akan ada pembangunan agar lingkungan lebih ramai seperti semula.
Namun, sudah bertahun – tahun PT. Lapindo masih hening dan sibuk mengurusi ganti rugi pada masyarakat yang berkas kepemilikan rumahnya lenyap terendam lumpur. Kecamatan Porong seakan menjadi kenangan lama bagi masyarakat yang dahulu pernah tinggal.
Masyarakat makin meresahkan hal ini, bagaimana kehidupan bisa berjalan seperti semula sedangkan sebagian penduduk pergi meninggalkan desanya. Satu persatu mulai pergi, bahkan banyak sekali Ketua Rukun Tetangga yang mengajukan ke Kelurahan bahwa wilayahnya terdampak dan penduduknya resah. Pengajuan tersebut disetujui oleh PT. Lapindo, satu persatu golongan mulai melarikan diri dari Kecamatan Porong.
Pada tahun 2013 lalu, pembangunan sedikit demi sedikit terlihat. Pembangunan jalan arteri untuk menghubungkan Porong menuju jalan tol Sidoarjo maupun menuju arah Pasuruan. Bukan hanya pembangunan jalan, namun juga pembangunan pemukiman masyarakat. Hamparan tanah yang luas dipetakkan menjadi beberapa kavling dengan harga yang cukup terjangkau, agar masyarakat setempat dapat membelinya.
3 tahun berlalu hingga jalan arteri sudah terbangun dengan sempurna, setidaknya dengan pembangunan ini, masyarakat tidak akan merasa bahwa tempat tinggalnya adalah kota mati. Pembangunan tidak berhenti di situ. Pemerintah juga membangun 2 taman di kecamatan porong dan masyarakat menjadikan lumpur lapindo sebagai wisata yang unik.
Kini Kecamatan Porong kembali membaik, kondisi sosialnya justru lebih baik daripada dahulu. Pada tahun 2018 lalu, pembangunan komplek perdagangan di sisi jalan arteri oleh pihak Suncity Bizz menjadi sorotan masyarakat. Pihak swasta bahkan yakin untuk menanamkan aset bisnisnya di Kecamatan Porong dengan potensi – potensi yang akan terjadi di masa mendatang.
Kini, pembangunan terus berlanjut baik dari segi infrastruktur maupun industri dan aset bisnis swasta juga mulai terlihat. Kecamatan Porong bukan lagi tempat yang dihindari, tempat yang hanya menjadi kenangan masa lalu, namun sebagai wisata baru.
Masyarakat akan merasakan perkembangannya dalam kurun waktu beberapa tahun lagi hingga pembangunan benar – benar terlaksana dengan sempurna. Yang disebut ‘kota mati’ nyatanya bukan kota mati, melainkan aset baru yang akan terus dikembangkan. Masyarakat kembali hidup dengan kebiasaan – kebiasaan mereka, kembali menjalani semuanya tanpa ragu bahwa tempat tinggalnya bukan kota mati.